Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 29 Nov 2021
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 23 Nov 2021
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 19 Nov 2021
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 12 Nov 2021
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Mari Bersepeda
Oleh Kania Ningsih 08 Sep 2013
“Kring kring kring ada sepeda. Sepedaku roda dua. Kudapat dari ayah karena rajin belajar” Loh ko malah nyanyi.
Hehe iya nih soalnya saya sedang menggiatkan anak saya untuk bersepeda, terutama sepeda roda dua. Kenapa sepeda? Bukan tanpa alasan saya ingin anak saya yang masih enam tahun supaya bisa mengendarai sepeda roda dua. Pertama, alhamdulillah ayahnya punya rejeki untuk beli sepeda. Kedua, bersepeda bisa meringankan beban saya orangtuanya agar dia bisa bermain mengayuh sepedanya kesana kemari sehingga saya tinggal mengawasinya dari jauh. Ketiga, bersepeda melatih tubuhnya supaya bergerak sehingga dia menjadi anak yang sehat. Masalahnya adalah sampai usia enam tahun anak saya belum bisa sepeda roda dua. Memang tidak ada aturannya usia berapa anak harus bisa sepeda roda dua mengingat emaknya juga kelas 6 SD naik sepeda roda duanya masih gagap hihi. Tapi sebagian besar anak seusianya di lingkungan sekolah dan tempat tinggalnya sudah bisa mengendarai sepeda roda dua. Alhasil sulungku jadi tidak percaya diri bersepeda. Memang salah saya orangtuanya yang tidak segera memperbaiki sepedanya yang rusak. Dan rasanya rasa ketidakpercayaan diri anak saya jadi melebar kemana-mana. Coba bayangkan orangtua mana yang tidak sedih melihat anaknya main mengejar-ejar teman-temannya yang asyik bersepeda. Orangtua mana yang tak marah kalau anaknya dibilang begini sama temannya, “Kamu punya sepeda ko ngga dimainin?” dan anak saya hanya diam, mungkin membayangkan sepeda rusaknya. Guru mengajinya pernah cerita kalau anak saya suka menangis kalau tidak bisa mengerjakan soal latihan padahal anak lain juga ada yang tidak bisa dan dia tidak apa-apa. Di lain kesempatan menangisnya karena terlambat les dan tidak dapat tempat duduk yang diinginkan. Ah, mungkin saya orangtua yang terlalu melankolis ya. Setelah beberapa kali minta tolong suami membawa sepeda si sulung ke bengkel dan dia sibuk terus, akhirnya saya berpikir saya harus turun tangan sendiri. Kebetulan ketika ada tukang ke rumah membetulkan kran yang bocor, saya minta dia betulkan sepeda anak saya. Ternyata bisa, alhamdulillah. Eh ternyata belum tuntas. Bannya bocor! Sementara pompa yang ada di rumah rusak. Akhirnya ketika ada kesempatan saya dorong sepeda si sulung ke rumah saudara di blok yang lain. Sementara tangan satunya saya mendorong sepeda roda tiga si bungsu. Alhamdulillah sepeda anak sulungku sembuh! Aku bisa melihat senyumnya yang lebar saat dia mencoba mengendarai sepedanya lagi. Tiap hari saya dorong dia untuk menaiki sepedanya saat pergi mengaji di mesjid komplek pada senja hari. Awalnya dia malu, tidak mau naik sepedanya kecuali di pekarangan rumah karena teman-temanya sudah bisa roda dua. Sementara dia belum bisa. Saya bilang dia tidak perlu malu, namanya juga belajar. Kalau ada yang menertawakan jangan ragu untuk membela diri dengan perkataan yang baik tentunya atau biarkan saja karena setiap perbuatan jahat pasti dicatat malaikat. Saya bilang kalau naik sepedanya sudah pintar nanti sudah besar bisa naik motor seperti ayah dan mendatangi tempat yang diinginkan, bisa juga antar umi ke pasar. Hehe..maunya. Ssst..memang ada maksud terselubung dibalik keinginan saya agar dia bisa bersepeda. Saya yakin ini keinginan yang wajar dan positif. Saya tidak mau anak saya seperti saya, gagap bersepeda, tidak bisa mengendarai motor apalagi mobil. Kalau mau pergi kemana-mana harus menunggu orang lain atau naik kendaraan umum, sangat tidak efektif dalam hal waktu dan tenaga. Waktu kecil saya sering dilarang sama ibu untuk bersepeda karena beliau takut saya terluka. Maklum, anak perempuan satu-satunya. Katanya kalau ingin mahir naik motor harus lancar bersepeda dulu untuk melatih keseimbangan. Mungkin betul, terbukti saya gagal terus naik motor. Udah usia segini baru belajar, yang ada hanya takut nabrak orang atau kendaraan lain. Anak sulung saya laki-laki. Dia adalah calon pemimpin untuk keluarganya kelak, pemimpin untuk diri sendiri juga. Saya hanya berfikir sederhana, kalau dia tidak bisa bersepeda, mungkin dia nanti tidak bisa naik motor. Maka selamanya dia akan menyusahkan orang lain dan dirinya. Memiliki keahlian berkendara bukan saja menolong diri sendiri tapi bisa menolong orang lain juga. Contohnya saja mengendarai mobil untuk mengantar orangtua atau anak yang sakit. Memang sekarang anak saya masih bersepeda roda empat. Pelan-pelan nanti rodanya dilepas satu-satu. InsyaAllah dia bisa bersepeda roda dua. Yang penting sekarang percaya diri dulu dan yakin dengan kemampuannya. Dengan mental yang kuat, apapun bisa dilaluinya dengan baik. InsyaAllah.
Kania Ningsih
20 Sep 2013 02:22
Terimakasih. Dua hari ini anak saya Sudah bersepeda roda dua walau masih go yang-goyang. Dia senang sekali sampai-sampai inginnya bersepeda terus:)
Nutrisi Bangsa
12 Sep 2013 10:11
Menarik sekali Bunda.. Orangtua memang harus mempersiapkan anak agar dapat berguna bagi sesama ya..