Jakarta, 25 Oktober 2017 – Mengentaskan permasalahan gizi baik stunting maupun obesitas di Indonesia terutama pada anak usia sekolah, harus dimulai dari perbaikan kebiasaan dalam mengonsumsi jajanan sehat di sekolah. Anak di usia sekolah memiliki banyak aktivitas di luar rumah sehingga mendorong perilaku membeli makanan atau jajanan baik di dalam maupun sekitar sekolah. Namun kebutuhan membeli makanan atau jajanan ini tidak selalu dibarengi dengan ketersediaan makanan atau jajanan yang bersih dan sehat.
Menurut ‘Laporan Aksi Nasional PJAS 2014’, sebanyak 23,82% pangan jajanan anak sekolah yang diuji sampel oleh BPOM masih tidak memenuhi syarat akibat cemaran mikrobiologi. Oleh karena itu, kebiasaan dalam mengonsumsi jajanan sehat perlu digalakkan melalui edukasi gizi yang tepat untuk para murid, guru atau pihak sekolah, orang tua murid, hingga penjual jajanan di lingkungan sekolah.
Sarihusada memiliki Program Warung Anak Sehat (WAS) yang telah berjalan di tahun kedua, bertujuan untuk mewujudkan sekolah dengan kantin sehat melalui pendampingan dan penyediaan material edukasi. Saat ditemui di media workshop Program Warung Anak Sehat, Talitha Andini Prameswari selaku WAS Project Manager dari Sarihusada, mengatakan bahwa, “Ini adalah langkah nyata dari kami dalam mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki status gizi anak. Program WAS memiliki target untuk memperbaiki kebiasaan anak sekolah dalam mengonsumsi makanan/jajanan bersih dan sehat di lingkungan sekolah. Dalam kesehariannya, anak di usia sekolah akan menghabiskan waktu di sekolah lebih banyak, untuk itu intervensi makanan/jajanan sehat di sekolah sangat penting. Kami melihat bila anak memiliki status gizi yang baik, maka anak dapat mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, dan sosial-emosional, secara optimal. Hal ini sesuai dengan misi Sarihusada yaitu untuk menciptakan Anak Generasi Maju.”
Program WAS kini telah menjangkau 350 Sekolah Dasar di empat kota di Indonesia yaitu Bogor, Bandung, Yogyakarta dan Ambon. Dalam menjangkau sekolah-sekolah tersebut, WAS mendapatkan rekomendasi dari pemerintah, sehingga program WAS dapat bersinergi dengan program pemerintah dan berjalan tepat sasaran. Program ini berfokus kepada pemenuhan gizi sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang (PROGRAS) dan pemberdayaan perempuan melalui usaha mikro. Dalam menjalankan fokus tersebut, Program WAS menggandeng ahli atau instansi terkait, beberapa di antaranya yaitu Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (FEMA IPB) dan CARE International Indonesia.
Bersama dengan FEMA IPB, rangkaian Program WAS melakukan edukasi gizi yang menyasar kepada guru, orang tua, dan juga penjual jajanan di lingkungan sekolah; khususnya kantin sekolah atau kerap disebut Ibu Warung Anak Sehat (IWAS). Edukasi gizi dalam pemberdayaan kantin sekolah tersebut bertujuan untuk membuka kesadaran serta wawasan kepada para IWAS untuk dapat mengolah bahan berbasis lokal tanpa bahan tambahan yang berbahaya dengan menjaga sanitasi dan higienitas pengolahan hingga penyajian sesuai standar BPOM.
“Selain mengedukasi dan melatih para IWAS, orang tua dan guru juga diberikan informasi penting untuk dapat membentuk perilaku konsumsi atau jajan anak dengan sehat. Penting bagi orang tua maupun sekolah untuk dapat menyediakan akses terhadap makanan atau minuman yang sehat pada anak, karena pada usia tersebut anak sudah mulai memilih-milih makanan, juga adanya pengaruh teman dan lingkungan sekitar, serta masih minimnya kantin sekolah. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa 40% anak masih belum membiasakan sarapan, semakin mendorong anak untuk jajan di sekolah. Kondisi tersebut perlu diatasi melalui upaya dari seluruh masyarakat sekolah untuk memperbaiki pola makan termasuk jajan yang sehat, aman, dan bergizi,” jelas Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku Sekretaris Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB.
Lebih lanjut, Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS menekankan bahwa pengetahuan gizi yang patut diaplikasikan baik oleh orang tua, guru, dan juga IWAS, adalah bagaimana jajanan yang dikonsumsi anak dapat memenuhi kebutuhan gizi mereka secara seimbang. Masih banyak anak sekolah yang mengonsumsi makanan berenergi tinggi, berkadar lemak, gula, dan garam tinggi, serta kurangnya konsumsi buah dan sayur. Hal ini memicu semakin meningkatnya obesitas di kalangan anak-anak. Sebaliknya banyak juga anak-anak yang mengonsumsi pangan jajanan yang hanya mengandung karbohidrat saja, sehingga asupan gizinya tidak tercukupi.
Anak usia 5-12 tahun membutuhkan energi dan zat gizi yang cukup atau seimbang untuk konsentrasi belajar. Asupan gizi yang tidak tercukupi akan menimbulkan resiko antara lain anemia yang dapat menurunkan daya tahan dan konsentrasi pada anak. Selain itu anak menjadi rentan terhadap berbagai penyakit baik menular dan tidak menular, perkembangan otak pun terganggu. Gangguan kesehatan tersebut dapat mempengaruhi produktivitas anak di sekolah, yang kelak dapat menentukan kualitas hidupnya bahkan pendapatan anak di kala dewasa.
Dampak negatif yang dipicu oleh status gizi buruk pada anak diakui oleh Ibu Nurianti Rahayu penjual kantin di SDN Nogopuro Sleman, menjadi hal yang sama sekali tidak diinginkan untuk dialami oleh anaknya, apalagi anak-anak lain.
“Tentunya saya menginginkan yang terbaik bagi keluarga saya termasuk anak-anak di lingkungan sekitar yang juga sudah saya anggap seperti anak sendiri. Setiap hari berjualan di SDN Nogopuro Sleman membuat saya mengenal para murid di sini dan kebiasaan jajan mereka. Saya ingin mereka dapat mengonsumsi jajanan yang sehat dan aman namun tetap enak untuk dinikmati. Maka dari itu, bergabungnya saya di program WAS sampai saat ini membuahkan hasil yang bermanfaat. Tidak hanya bagi anak-anak yang jajan di warung saya, namun juga wawasan dalam mengolah makanan pun bertambah. Bahkan saya juga mendapat panduan dalam mengelola keuangan dengan baik sehingga penghasilan saya bertambah,” ujar Ibu Nuri.
Dalam memberikan pelatihan usaha termasuk pengelolaan keuangan kepada para IWAS, CARE International Indonesia turut berperan sebagai salah satu mitra Sarihusada untuk program WAS. Bersama Sarihusada, CARE turut merancang program WAS untuk kemudian mengembangkan dan mengimplementasikan pelatihan IWAS, serta memonitor hasil dari program WAS. Sebagai pencapaian program WAS, sebanyak 72% IWAS binaan mengalami kenaikan pendapatan lebih dari 50% dengan mengaplikasikan edukasi gizi dan keterampilan usaha dari program WAS. Di antara pelatihan usaha atau keuangan yang diberikan, sebanyak 92% IWAS mengakui bahwa pelatihan pembukuan dasar sangatlah diperlukan dan berguna untuk memantau laba secara berkala.
“Dari hasil pantauan dan evaluasi berkala kami, para IWAS binaan merasakan kemajuan usaha selama bergabung dalam program WAS. Apalagi pihak sekolah sangat mendukung pelatihan untuk IWAS ini, bahkan pihak sekolah turut memfasilitasi para IWAS dalam berjualan dan orang tua murid juga berpartisipasi dengan menitipkan jajanan sehat kepada IWAS untuk dijual. Terlihat bahwa melalui program WAS, para ibu baik itu penjual kantin atau orang tua murid dapat lebih berdaya guna dengan usaha mereka yang bermanfaat dalam memperbaiki gizi anak. Dampak positif ini tentunya diharapkan dapat berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat setempat,” ujar Handayani Sagala selaku Warung Anak Sehat Project Manager dari CARE Internasional Indonesia.
Program WAS telah berhasil menjangkau 232 guru, 350 IWAS, 27,861 siswa, dan 6,122 orang tua murid yang tersebar di 350 sekolah binaan. Pada tahun ini kepala sekolah dan instansi terkait juga turut terlibat dalam mencanangkan kebijakan sekolah sehat melalui lokakarya di Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Ambon yang diprakarsai oleh Sarihusada.