Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Cara Sedap Menyantap Nutrisi Udang di Belitung
Oleh erwindrarusli 06 Nov 2016
Sebagai orang yang terlahir di bawah kaki gunung Tampomas, dari kecil lidah saya lebih familiar dengan beraneka macam olahan ikan yang berkembang biak di air tawar. Karenanya, ada kalanya saya kurang cocok dengan makanan olahan dari laut. Indra pengecap saya sering menafsirkannya sebagai makanan yang terlalu beraroma anyir. Terlebih untuk beberapa jenis hewan laut yang memiliki kulit atau cangkang keras seperti udang atau kepiting, saya cenderung menghindarinya karena riwayat alergi saya yang sering menyebabkan kulit gatal-gatal setelah menyantap bagian dari hewan laut tersebut.
Padahal, tidak jarang saya mendapatkan imbauan untuk rajin menkomsumsi olahan laut karena nilai gizinya yang tinggi. Dan yang paling vokal jelas datang dari kedua orangtua saya. Masih terngiang bagaimana Bapak saya memberi penekanan lebih kala dia mengucap kalimat “harus suka makan ini (makanan laut), biar otakmu encer!”. Pemakluman saya berikan karena memang saat itu saya berada dalam masa pertumbuhan. Walau sampai saat sudah beranjak dewasa, frekuensi saya melahap olahan laut tetap teritung jarang.
Namun semua kebiasaan itu akhirnya menemukan titik nadirnya. Tatkala melancong ke Belitung, akhirnya saya menemukan cara yang tepat untuk menyantap olahan sari laut, tanpa perlu khawatir terhadap alergi yang saya miliki. Adalah olahan udang yang disajikan dalam bentuk Mie Udang Belitung yang mengakhiri masa-masa kelam saya tidak bisa menikmati udang dengan nyaman.
Siang belum bolong betul saat saya memutuskan untuk mengisi perut di warung Mie Belitung Atep. Walau begitu cuaca panas sudah terik menyerang kulit. Hanya ada beberapa wisatawan yang berkunjung di warung yang jaraknya tak jauh dari bunderan Batu Satam ini.
Saya perhatikan Nyonya Atep, sang pemilik warung, kala dia mempersiapkan menu andalannya yang saya pesan. Piring-piring telah berjejer rapi sebelum pengunjung berduyun memenuhi meja-meja. Di atasnya sudah tersusun tumpukan mi kuning, potongan kentang rebus, dan juga timun dalam bentuk dadu-dadu kecil. Didampingi asistennya, Nyonya Atep kemudian menambahkan sejumput toge yang baru direndam dalam air panas. Bagian terbaik adalah yang terjadi setelahnya. Nyonya Atep menyiduk kuah rebusan udang dalam sebuah panci panas untuk kemudian dia tuangkan di atas tumpukan bahan di atas piring. Samar-samar terlihat asap yang mengepul dari piring tersebut. Menggugah selera saya yang sudah kadung tak tahan untuk segera menyantap.
Mie Udang Belitung hadir di meja saya, dan kejadian yang hadir setelah itu adalah pengalaman yang begitu menyenangkan untuk lidah saya. Rasa manis dan gurih dari kuah rebusan udang yang masih hangat luruh pelan-pelan di dalam mulut. Kuahnya sedikit kental karena dimasak dengan menambahkan sedikit tepung kanji. Lalu disusul dengan kentang rebus empuk berkualitas baik, sehingga lezat untuk dinikmati bersama kenyalnya mie kuning. DI beberapa kesempatan, ada potongan daging udang manis yang ikut terkunyah, rasanya berpadu-padan dengan toge dan timun yang segar.
Untuk saya pribadi, itulah kali pertama saya menikmati olahan laut dengan enjoy. Tidak ada ketakutan akan alergi kulit karena bagian-bagian keras di kulit udang dan sungutnya telah dihilangkan terlebih dahulu. Tidak ada pula aroma terlalu anyir sebagaimana biasanya yang saya temui pada olahan laut. Kenikmatan diakhiri dengan segelas es jeruk kunci yang cocok untuk menikmati udara panas di pulau Belitung kali itu.
Sungguh dari pengalaman menikmati Mie Udang Belitung tersebut, rasa penasaran muncul untuk bisa menjelajah rasa demi rasa dari kreativitas olahan sari laut di negri ini. Untuk Negara dengan garis pantai yang panjang dan kaya akan hewan laut yang bisa diolah, rasa-rasanya akan banyak pula menu yang cocok dilahap oleh anak gunung seperti saya.
Kreativitas dalam mengolah ini sungguh sangat membantu negri ini untuk menyediakan makanan penuh gizi dengan tersebar luas. Setidaknya untuk saya yang sebelumnya mengidap alergi pada udang, dengan kreativitas pengolah makanan, akhirnya bisa menyantap olahan udang penuh nutrisi. Maka seharusnya tidak ada lagi anak kecil yang tidak suka ikan, udang, atau cumi padahal kandungan gizinya sangat membantu tumbuh kembang mereka.
Untuk perihal udang ini, yang mana menjadi bahan utama pada Mie Belitung, kandungan Nutrisinya sangat kaya sehingga punya manfaatnya yang banyak bagi kesehatan. Untuk lebih lengkapnya saya sajikan data yang saya himpun mengenai kandungan nutrisi Udang tersebut, dalam infografik berikut ini
Sudah barang tentu dengan olahan hasil laut yang lain, sumber nutrisi yang dikandungnya pastilah kaya dan banyak manfaatnya bagi tubuh kita. Tidak sabar saya untuk bisa mendapatkan kesempatan merasakan olahan laut di daerah lainnya. Untuk saat ini, terima kasih Belitung sudah mengenalkan lidah saya pada bentuk udang yang bisa saya nikmati. Sebagai tanda terima kasih saya sertakan infograpik resep Mie Udang Belitung yang saya sadur dari buku 100 Mak Nyus Jakarta karya Pak Bondan Winarno.