Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
FILOSOFI & JELAZAH GIZI DARI SEBUAH RENDANG
Oleh alaniadita 16 Oct 2015
Ada yang pernah menonton film Cita-citaku setinggi tanah? Adalah Agus salah satu Pemain Utama dalam film itu, kebingungan ketika disuruh menyelesaikan tugas sekolahnya; mengarang tentang Cita cita.
Ketiga sahabatnya bercita cita seperti kebanyakan anak lainnya; Sri ingin menjadi artis, Jono ingin menjadi tentara, Puji ingin membahagiakan orang lain. Sementara Agus? Cita citanya sederhana. Ingin makan di restoran padang. :’) Ayahnya hanyalah seorang kuli di Pabrik Tahu, sementara Ibunya ibu rumah tangga yang mahir dalam membuat tahu Bacem. Bagi Agus, makan di restoran padang itu keren. Kita akan diperlakukan bak Raja. Semua makanan disajikan didepan mata. Jika kita butuh apa-apa, tinggal menunjuk jari, maka pelayan akan menghampiri kita.
Agus berusaha keras untuk memenuhi cita citanya ini, ia membantu ayahnya, berjualan, merepotkan semua teman temannya, demi menikmati menjadi raja disebuah restoran padang.
“Cita citamu itu rendah, tapi bikin susah” begini celutuk salah satu sahabat Agus. :D
Short Story, setelah jungkir balik sana sini, dengan cobaan dimana mana, Agus berhasil mengumpulkan uang untuk makan di Restoran Padang.
Dia berhasil memenuhi cita cita sederhananya, makan di Restoran Padang bersama keluarganya. Baginya, semuanya jadi menyenangkan ketika menggapai Cita cita didampingi oleh orang orang yang dikasihi :’)
Menonton film ini, membuat saya bersyukur pernah myerasakan aneka makanan dari restoran Padang. Ternyata, ada seorang anak SD yang cita citanya sesederhana itu. Dan bikin saya pengen makan di Restoran Padang! :D
Bicara tentang menu masakan Padang, yang paling saya ingat adalah Rendang. Sedari kecil, jika bulan Ramadhan tiba, ibu saya selalu membeli Rendang untuk kami bersantap sahur. Biar kuat katanya. Bertahun-tahun itu menjadi tradisi di keluarga kami. Sahur dengan rendang biar puasanya kuat :D
Berbeda dengan teman saya yang sedang menempuh kuliah di Bandung. Ia asli dari tanah Minangkabau. Ketika kami menjalani perjalanan bersama ke Yogyakarta, Ibunya nitip dibelikanAnglo, seperti tanah liat yang digunakan untuk masak rendang. Demi menghasilkan Rendang yang maksimal. Nyam.
Di Jakarta, ditempat saya bekerja. Saya memiliki seorang teman yang juga berasal dari Padang. Setiap pulang lebaran, ibunya selalu menitipkan rendang kepada saya. Rendang khas orang minang. Awet dan tahan berhari hari. Saya suka sekali.
Dalam sebuah buku yang berjudul ’30 Paspor di Kelas Sang Professor’ yang berisikan tentang mahasiswa yang ditantang untuk melancong keluar negeri. Banyak diantara mahasiswa itu yang membawa rendang sebagai salah satu perbekalannya. Bergizi, enak, dan tahan lama.
Dialah Gusti Anan, seorang sejarawan dari Universitas Andalas di Padang menduga bahwa rendang ini sudah ada dari abad ke – 16. waw! Ia menyimpulkan dari catatan literatur pada abad ke-19. Disitu disebutkan bahwa pada saat itu masyarakat Minang sering berpergian menuju Selat Malaka hingga Singapura melalui jalur air dengan memakan waktu satu bulan.Mengingat perjalanan jauh, istri-istrinya nyiapin bekal makanan. Makanan itulah si rendang ini. :D
Rendang mengandung masakan yang kaya rempah dengan daging sebagai bahan dasarnya. Didalamnya ada santan kelapa dan campuran bumbu khas yang dihaluskan seperti cabai, lengkuas, jahe, kunyit, bawang dan bumbu lainnya. Keunikannya terletak pada bumbu alami yang digunakan memiliki sifat antiseptik, sehingga berguna sebagai pengawet alami. Bumbu lain juga memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Tak heran ini yang menyebabkan rendang bisa bertahan berbulan bulan.
Nah, di Padang sendiri, Rendang dijadikan masakan tradisional yang memiliki posisi terhormat dalam hidup bermasyarakat. Bahan-bahannya memiliki makna sendiri. Daging sapinya adalah bahan utama yang melambangkan niniak mamak dan bundo kanduang, dimana mereka akan memberi kemakmuran pada anak pisang dan anak kemenakan. Bahan lainnya adalah Kelapa, yang melambangkan kaum intelektual/Cadiak Pandai, dimana mereka merekatkan kebersamaan kelompok maupun individu. Kemudian ada sambal sebagai lambang alim ulama yang tegas dan pedas dalam mengajarkan agama. Bahan terakahir adalah bumbu, yang melambangkan setiap individu memiliki peran sendiri-sendiri untuk memajukan hidup berkelompok dan adalah unsur terpenting dalam hidup bermasyarakat di tanah Minang. :)
Ah, jadi pengen langsung makan rendang langsung dari kota Padang.
Bicara soal cita-cita, kalau Agus (hanya) ingin menikmati bak Raja di Restoran Padang, saya ingin langsung menginjakkan kaki di kota Padang. Setahun yang lalu, saya sempet dapet tiket promo Jakarta – Padang. Namun, batal berangkat di hari H, gegara asap. :(
Seperti mengikuti Kelas Inspirasi di Lombok sekalian jalan jalan, barangkali kali ini saya bisaJelajah gizibareng Nutrisi untuk bangsa, sekalian jalan jalan juga dan mencoreng salah satu cita-cita yang tercapai. Menginjak Padang :D