Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
JELAJAH GIZI 2015 (2) : MENGUAK POTENSI PANGAN, KEKAYAAN NUTRISI DAN KEARIFAN LOKAL DI PULAU DEWATA
Oleh Amril Taufik Gobel 05 Nov 2015
Pagi baru saja merekah di Ubud, Sabtu (31/10), saat dua bis berukuran sedang yang membawa rombongan Jelajah Gizi bergerak menuju pelabuhan Benoa dari Hotel Grand Sunti. Cahaya matahari nan hangat bersinar cerah seperti semangat kami untuk menjelajahi Pulau Nusa Lembongan dengan menumpang kapal catamaran Bali Hai Cruise 2. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih, kami akhirnya tiba di pelabuhan tanjung Benoa tempat kapal Bali Hai Cruise 2 bersandar. Sekilas saya melihat di pinggir dermaga, kapal yang akan kami tumpangi nanti ke Nusa Lembongan itu agak mirip dengan jenis kapal penyeberangan Batam-Singapura.
Kami ternyata datang terlalu awal karena kapal baru diberangkatkan pukul 09.15 WITA, Tapi tak apa-apa, kami justru bersyukur bisa menikmati suasana dermaga di pagi hari sembari merasakan semilir angin laut lembut menerpa. Setelah sarapan pagi, pada pukul 09.15 rombongan kami naik ke kapal Bali Hai Cruise 2. Sebuah gelang kertas warna biru diikatkan ke tangan kanan saya serta tiket sebagai akses masuk ke kapal. Ternyata tidak hanya kami, terlihat pula rombongan turis lain ikut naik ke atas kapal yang berkapasitas hingga 300 penumpang ini. Saya langsung menuju ke dek paling atas untuk lebih menikmati panorama laut menuju Nusa Lembongan.
Cuaca begitu bersahabat, langit biru terhampar indah dan sangat kontras dengan warna laut yang “dibelah” oleh kapal Bali Hai Cruise 2 menuju Nusa Lembongan. Saya menyaksikan teman-teman peserta #JelajahGiziBali begitu antusias berfoto-foto di dek kapal tertinggi sembari merasakan langsung desir angin laut yang sejuk.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, kami tiba di Nusa Lembongan. Pulau yang termasuk wilayah kabupaten Klungkung ini terletak di selat Badung sebelah tenggara pulau Bali dan memiliki panjang 4,6 km dan lebar 1-1,5 km. Kapal yang kami tumpangi merapat ke sebuah pontoon (rakit terapung) besar di tengah laut dimana penumpang turun kemudian meneruskan perjalanan ke pantai dengan menumpang kapal kecil. Dari atas kapal kecil tersebut saya menyaksikan para pengunjung pulau menikmati fasilitas banana boat atau parasailing. Dalam hati saya berharap suatu waktu bisa membawa keluarga saya berwisata kesana.
Chef Kungfu Muto dan timnya ternyata sudah berada di lokasi. Kami lalu diajak menyaksikan aksi Chef Muto memasak, tentu dengan “bonus” selingan keahliannya memamerkan atraksi “juggling” (melempar-lempar) peralatan dapur yang memukau, lucu dan menghibur ala pendekar kungfu. Dengan busana merah menyala plus kacamata hitam, Chef Muto mendemonstrasikan cara memasak plecing kangkung ala Bali.
“Sangat mudah dan cepat membuat plecing kangkung, dibutuhkan bahan seperti kangkung segar, cabai rawit merah, garam, dan terasi udang.Pertama-tama kangkung kita suwir kecil-kecil lalu direbus ke dalam air mendidih selama 2 menit. Ingat, untuk mempertahankan warna kangkung tetap hijau segar serta teksturnya renyah, jangan rebus terlalu matang. Segera angkat, tiriskan dan masukkan ke wadah berisi air dingin,” kata Chef Muto memberikan arahan. Host acara “Kungfu Chef” di Global TV yang eksentrik itu kemudian membuat sambal plecing kangkung yang terdiri dari cabe rawit merah, garam, dan terasi udang yang diulek-ulek kasar. Setelah itu baru dicampurkan dengan kangkung yang tadi sudah dimasak
Setelah itu, Chef Muto membuat pisang Rai ala Bali. Chef yang pernah tinggal di Turki selama 5 tahun dan bernama asli Mutorik Sultoni ini menyiapkan bahan-bahan pisang Rai sepertipisang raja atau pisang ambon, tepung terigu, tepung beras, air, gula merah, kelapa parut, nangka, dan gula merah cair. “Idealnya,” ujar Chef Muto, “digunakan pisang raja yang memiliki tingkat kematangan sedang. Pisang seperti ini bertekstur keras dan manis saat digigit. Untuk kali ini, dipakai pisang Ambon saja sebagai penggantinya”.
“Potong pisang kecil-kecil, kemudian buat adonan tepung beras dan tepung terigu. Potongan pisang tersebut lalu dilumuri dengan adonan tadi kemudian rebus pisang ke dalam air mendidih. Dua menit kemudian, pisang yang mulai mengeras dan menyatu dengan adonannya diangkat dan diletakkan diatas piring saji. Taburkan kelapa parut , potongan nangka manis serta siramkan saus gula merah keatasnya. Dan hidangan pun siap disantap,” ucap Chef Muto yang menguasi bahasa Turki dan Rusia ini. “Pisang Rai ini kaya serat, karoten, zat besi dan vitamin C, jadi memiliki kandungan nutrisi dan gizi yang lengkap,” tambah Prof.Ahmad Sulaeman, pakar gizi dari IPB yang juga ikut dalam rombongan kami. Selain plecing kangkung dan pisang Rai, Chef Muto juga mendemonstrasikan cara membuat es campur Bali.
Acara selanjutnya adalah kompetisi permainan antar kelompok. Terdapat empat permainan yang dipertandingkan dan setiap jenjang pemenang akan mendapatkan tambahan waktu saat kompetisi memasak nanti. Empat permainan tersebut adalah menyusun puzzle, memasukkan air laut ke wadah dengan kemasan plastik panjang, keterampilan melewatkan alur dengan perangkap listrik dan “jembatan” berkelompok. Saya yang tergabung dalam kelompok “Kecak” dengan ciri khas slayer biru, berusaha semaksimal mungkin untuk memenangkan kompetisi. Sayang sekali, dari 5 kelompok, kami yang mendapatkan nilai terendah dan tambahan waktu memasak paling sedikit. Meskipun demikian, kami tetap optimis dapat memenangkan kompetisi masak.
Pada kompetisi masak berkelompok, kami, grup “Kecak”, memasak “Ayam Betutu Galau”. Kami berlima bekerjasama membuat masakan tersebut dengan bahan serta waktu yang terbatas. Ya, berhubung kami jadi pemenang di urutan terakhir, kami hanya dapat bahan-bahan sisa dari kelompok yang menjadi pemenang diatas kami. “Yang penting kita optimalisasi bahan-bahan yang ada dengan buat resep yang sederhana tapi ala Bali,“kata mas Imam memberi semangat. Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang akhirnya kami berhasil memasak “Ayam Betutu Galau”, tentu dengan bahan seadanya serta bimbingan dari Chef Muto.
Seusai makan siang, saya memilih untuk ikut rombongan versi “Kering”. Untuk rombongan versi “Basah” mengikuti aktifitas Snorkeling, Berenang dan Banana Boat. Destinasi pertama versi “kering” adalah melihat “sawah” rumput laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama warga desa Nusa Lembongan. Dengan menumpang mobil pick up kecil bertenda berkapasitas 15 orang kami menuju lokasi budidaya rumput laut. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 10 menit sampailah kami di lokasikawasan budidaya rumput laut dan wisata pantai Desa Jungutbatu Nusa Lembongan yang konon merupakan rumput laut terbaik di Bali.
Saya sangat terpukau menyaksikan ladang rumput laut di desa ini yang terlihat dari ketinggian berupa kotak-kotak dibawah kejernihan air laut. Terdapat banyak perahu-perahu kecil terapung diatasnya. Begitu indah. Saya juga melihat proses pengeringan rumput laut yang dilakukan secara tradisional. Prof.Ahmad Sulaeman menjelaskan rumput laut adalah salah satu tanaman yang mengandung vitamin, mineral, dan senyawa antioksidan. “Juga membantu proses penurunan berat badan lho,” tambah Prof.Ahmad lagi.
Dari lokasi budidaya rumput laut, saya bersama rombongan beranjak menuju ke kapal Coral Viewer Semi Submersible. Kebetulan tempatnya bersandar berada di Pontoon dekat kapal Bali Hai 2 Cruise berlabuh. Di kapal ini, kita bisa menyaksikan keindahan panorama bawah laut Nusa Lembongan. Lewat jendela kaca saya melihat ikan-ikan hilir mudik serta terumbu karang berwarna-warni. Begitu mempesona!
Pukul 15.15 WITA, kapal Bali Hai 2 Cruise berangkat, kembali menuju pelabuhan Tanjung Benoa Bali. Saya menyempatkan waktu untuk tidur sejenak sepanjang perjalanan di dalam dek 2 yang dilengkapi dengan pendingin ruangan yang sejuk. Kurang lebih sejam kemudian kami akhirnya tiba dan langsung menuju ke tempat kami menginap di Discovery Kartika Plaza Hotel. Saya menempati kamar 2070 bersama mas Gazali. Pada bagian belakang kamar, terlihat pemandangan langsung ke arah Pantai Kuta yang indah.
Pukul 19.00 WITA saya hadir dalam acara makan malam bersama rombongan #jelajahgizibali. Di pintu masuk, saya diminta menggunakan ikat kepala khas Bali (Udeng). Kegiatan kali ini berlangsung lebih santai dan non formal termasuk hadirnya “Live Music” untuk menghibur hadirin yang datang. Saya langsung “menyerbu” hidangan makan malam yang disediakan dan tentu saja didominasi dengan makanan khas pulau dewata tersebut. Malam minggu di Bali kali ini terasa begitu damai dan sejuk. Lantunan suara merdu sang penyanyi makin menambah selera makan saya bersama Sate Lilit, Serombotan (urap bali), Tum (pepes) dan Lawar. Benar-benar begitu maknyus! :)
Seusai makan malam, saya tampil menyumbangkan lagu “Kuta Bali” (dipopulerkan pertama kali oleh Andre Hehanusa tahun 1995) seakan melengkapi romantisme malam di pesisir pantai Kuta. Tak hanya saya, ada Chef Muto juga ikut tampil membawakan lagu “Terbang” (The Fly, 2000). Pada kesempatan itu Pak Arif Mujahidin Head of Corporate Affairs Sari Husada menyampaikan rasa gembira dan terimakasih sebesar-besarnya atas kesuksesan pelaksanaan Jelajah Gizi Bali 2015 meskipun dipersiapkan dalam kondisi yang singkat karena perubahan destinasi secara mendadak.
“Jelajah Gizi merupakan salah satu inisiatif Sari Husada dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang melalui sudut pandang bagaimana masyarakat sebuah daerah memenuhi kebutuhan gizi mereka baik dari bahan-bahan pangan yang digunakan maupun cara mengolahnya. Saya berharap teman-teman peserta Jelajah Gizi Bali 2015 mendapatkan banyak wawasan, manfaat dan pengetahuan setelah melalui kegiatan ini,“kata Pak Arif.
“Bali termasuk salah satu provinsi dengan status gizi baik,“ungkap Prof.Ahmad Sulaeman. “Berdasarkan laporan Riskesdas 2013, Bali adalah provinsi dengan prevalensi terendah gizi buruk-kurang pada Balita, yaitu sebesar 11,4% lebih rendah dari prevalensi nasional sebesar 19,6%. Prevalensi resiko KEK wanita hamil umur 15-49 tahun di Bali juga merupakan yang terendah yaitu sebesar 10,1%, lebih rendah dari Prevalensi Nasional sebesar 24,2%. Olehnya itu, destinasi Jelajah Gizi 2015 ke Bali sungguh tepat, karena daerah ini bisa menjadi rujukan yang bagus untuk mengetahui profil gizi melalui kuliner dan pangan lokal yang disajikan”. “You are what you eat”, demikian tambah Prof Ahmad Sulaeman. “Kepribadian kita,“katanya, “mencerminkan apa yang kita makan. Masyarakat Bali sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan adat , termasuk meracik masakan mereka yang senantiasa berprinsip untuk menghargai harmoni alam.Ini adalah sebuah keunikan tersendiri dan merupakan hal yang perlu kita rawat serta lestarikan dari generasi ke generasi”.
Semakin malam, acara semakin meriah. Ada pembagian hadiah untuk pemenang lomba grup terbaik dan grup terkompak juga permainan antar peserta. Sayangnya, kali ini grup “Kecak” belum beruntung menjadi pemenang pertama. Cukup puas jadi juara kelima, dari lima grup yang berlaga :) . Yang tak kalah menghebohkan adalah hadirnya tarian api yang ikut “membakar” suasana malam di Kuta. Tiga penari, satu lelaki dan dua perempuan beraksi memamerkan kelincahan tubuhnya menari bersama kilau panas api yang berputar-putar mengelilinginya. Rangkaian acara selesai pukul 21.30 WITA.
Pagi di awal November, Minggu (1/11) terasa begitu segar saat saya membuka pintu kamar belakang hotel yang menghadap langsung ke Pantai Kuta. Semilir angin pantai berdesir lembut dan matahari muncul malu-malu dari balik pepohonan teduh. Saya dan mas Gazali menyempatkan diri berjalan-jalan menyusuri pantai Kuta dan ikut merasakan sensasi eksotisme pantai yang dikenal sejak 1336 M dimana Patih Gajah Mada bersama pasukannya dari Majapahit mendarat di pantai fenomenal ini. Saat kami berada disana baru saja dilakukan pelepasan para peserta lomba memancing di laut lepas. Setelah sarapan di hotel, kami bersiap-siap berangkat ke Krisna untuk berbelanja oleh-oleh. Di depan lobi hotel saya sempat berfoto ala kungfu bersama Chef Muto.
Selama kurang lebih satu jam kami diberikan kesempatan berbelanja di pusat oleh-oleh dan kerajinan Krisna. Dari lokasi tersebut, kami menuju Warung Bloem’s untuk makan siang. Pada warung yang dikelola oleh Chef Henry Alexie Bloem ini, disajikan sejumlah makanan rumahan khas Bali yang lezat. Lokasi warung Bloem’s yang terletak di kawasan Kedonganan ini relatif strategis dan letaknya juga tak jauh dari bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Kami disambut hangat oleh Chef Bloem yang bernama asli Henry Alexy Bloem yang juga adalah Presiden Asosiasi Chef Indonesia. Yang menarik adalah minuman pembukanya berupa teh manis yang disajikan dalam teko blurik khas ala kampung nan bersahaja. Darisekitar 20 menu utama diWarung Bloem’s, rombongan Jelajah Giziberkesempatan menjajal 8 menu yaitu Be Siap Pecel, Gurita Kesune Cekuh, Be Sapi Sere Tabia, Be Pindang Bongkot, Plecing Kangkung, Jukut Meurap, Nasi Jembung Gurih, dan Es Kacang Barak. Lauk pauk ini disajikan diatas piring kaleng sehingga terasa sekali nuansa makanan rumahannya.
“Sate Lilit dan Ayam Betutu selama ini lebih banyak dikenal orang sebagai masakan khas Bali, padahal masih banyak lagi masakan tradisional Bali yang tak kalah lezatnya. Lewat warung ini, saya bertekad untuk mempopulerkan masakan Bali lainnya itu dengan sentuhan personal dan romantisme masa lalu keluarga saya yang tak terlupakan ,” ujar Chef Bloem dalam kata sambutannya. Beliau mengaku berusaha menghadirkan masakan rumahan sang ibu yang kerap dinikmatinya saat masih kecil kepada para pengunjung warung. “Kalau bingung atau kurang yakin pada masakan yang sedang saya buat, saya akan tanya ke ibu, masakan ini mesti diapain lagi ya,” kata Chef yang memiliki segudang prestasi sepertiIndonesian Chef of the Year 2002 versi Unilever dan Indonesian Chef of The Year 2003 versi ABC. Kebanggaan baginya, ketika ia memasak khusus untuk Presiden AS George Bush dan Megawati di Patra Jasa Bali. Tahun 2011, Henry kembali mendapat penghargaan Indonesian Archipelago Award 2011 dari Manan Foundation atas dedikasinya merangkai Nusantara sebagai creator dan pelestari dan pengembangan kuliner Indonesia.
Chef Bloem juga menceritakan sejarah nasi Jenggo yang begitu terkenal di Bali dan ternyata pertama kali dipopulerkan lewat keluarganya. Sang ayah ternyata penggemar film Koboi. Pemainnya disebut Jenggo. Sang ayah kerapkali memanggil Henry dengan sebutan “Jenggo”. Nasi bungkus yang dibuat dan dijual sang ibu yang berdarah asli Bali ini kemudian dijuluki sebagai “Nasi Jenggo” menjadi makanan favorit kuli pelabuhan dan supir truk tangki pelabuhan Benoa lalu terus berkembang luas hingga menjadi salah satu ikon makanan Bali.“Menjadi Chef”, kata Chef Bloem yang bertubuh tinggi tegap dan bertato ini, “tidak hanya dibutuhkan kreativitas dan passion yang tinggi namun juga cita rasa seni dan keberanian mengeksplorasi bahan”.
Saya mencoba hidangan Nasi Jembung Gurih, Be Pindang Bongkot, Be Sapi Sere Tabia juga Bebek Goreng Crispy. Rasanya benar-benar menggoyang lidah. Dari eksplorasi rasa makanan yang saya kunjungi sepanjang acara Jelajah Gizi kali ini, pada Warung Bloem’s lah saya mendapatkan kepuasan dan kenikmatan tertinggi yang luar biasa. Racikan bumbu rempah yang dibuat begitu dashyat hingga meresap pada bahan inti makanannya. Saya suka sekali menyantap Be Pindang Bongkot yang dibuat dengan tambahan bumbu kecombrang, juga lauk Sapi Sere Tabia yang berisi paduan cabe dan terasi yang rasanya “nendang banget” :)
Sebagai hidangan penutup, saya merasakan kenikmatan es kacang barak juga es krim rasa green tea dan mangga yang diolah sendiri oleh Warung Bloem’s. Rasanya sungguh menyegarkan di tengah cuaca panas terik di pulau dewata. Alhamdulillah, menjelang rangkaian acara Jelajah Gizi ditutup, saya mendapatkan anugerah sebagai juara pertama lomba “Live Tweet”.
Setelah mengikuti perjalanan budaya ke Madura bersama Mahakarya Indonesia 2 tahun silam,melalui Jelajah Gizi ke Bali bersama Sari Husada kali ini saya merasakan pengalaman dan sensasi yang berbeda. Tak sekedar eksplorasi potensi kuliner dan kekayaan nutrisi namun juga kami bisa langsung menyaksikan kearifan budaya lokal serta filosofi luhur mulai dari pengolahan makanan hingga penyajiannya. Bali sungguh menampilkan eksotisme sosial budaya yang luar biasa.
Terimakasih kepada Sari Husada dan Nutrisi untuk Bangsa yang sudah memberikan saya kesempatan berharga mengeksplorasi kekayaan budaya dan potensi Gizi di Bali.