Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Jelajah Gizi Malang 2017: Perjalanan Penuh Cita Rasa
Oleh Yadi Mulyadi 20 Oct 2017
Hanya dua hal yang paling dikenang di akhir perjalanan; teman dan kekayaan boga.
Bagaimana saya bisa mengungkapkan perjalanan saya ke Malang bersama tim Jelajah Gizi? Sebuah perjalanan yang tak terlupakan. Bertemu dengan teman baru yang sekejap saja menjadi keluarga, memetik apel langsung dari pohonnya, berlarian di antara labirin di Coban Rondo yang menguras tenaga, dan menikmati empat hari tanpa tugas negara yang (terkadang) melelahkan. Maka berikut adalah rangkuman perjalan saya selama tiga hari dua malam.
Jelajah Gizi 2017: Cita Rasa dalam Sebuah Perjalanan
Membawa tema “from local to international’, Jelajah Gizi 2017 yang diselenggarakan Nutricia Sarihusada memilih kota Malang sebagai tujuan kali ini. Sebagai Paris van Oost-Java, Malang memiliki berbagai koleksi boga yang seusai dengan tema jelajah Gizi tadi. Belum lagi sumber bahan makanan lokal yang berpotensi untuk dikenal di dunia internasional.
Bersama dengan bloggers dan wartawan media daring dan cetak, perjalanan kali ini juga ditemani oleh ahli gizi Prof Ir Ahmad Sulaeman, MS, PhD dan Arif Mujahidin selaku Corporatte Communications Director Danone Indonesia.
Malang dan Warisan Boganya yang Tak Terlupakan
Sepanjang perjalanan, kami tak habis-habisnya disuguhi panganan khas Malang mulai dari makanan berbahan baku apel Malang dan tempe, hingga makanan internasional yang digubah dengan baik oleh Chef Revo (finalis Master Chef Junior Indonesia Session 1) dengan bumbu dan rempah lokal.
Hari Pertama
RM. Khas Jawa
“Istri saya tuh pintar masak makanan khas Jawa, lalu kami berpikir kenapa tidak membuka rumah makan saja,” seloroh Pak Sukarli, empunya Rumah Makan Khas Jawa.
Perhentian pertama kami memang rumah makan sederhana yang menyimpan banyak cita rasa di balik etalasenya. Di sini saya seperti terlempar ke masa lalu dengan makanan khas rumahan yang biasa disajikan di setiap rumah di Jawa Timur. Rumah makan sederhana ini menyediakan banyak pilihan makanan, mulai dari ayam bumbu rujak, gudeg, kering tempe, serundeng dan mendol. Yang paling membuat saya bahagia adalah kering tempenya yang rasanya mirip dengan bikinan almarhum Ibuk (Embah Putri), renyah dan manisnya pas. Serundeng (parutan kelapa yang disangrai dan diberi bumbu) adalah makanan kedua yang membuat saya langsung jatuh cinta pada tempat ini. Belum lagi mie gorengnya yang khas Jawa Timur.
Penghormatan terbesar saya untuk Bapak Sukarli, pemilik tempat ini, yang bersama dengan istrinya memasak makanan khas Jawa Timur dengan cita rasa otentik dan lezat sejak tahun 1985. Bahkan Presiden Joko Widodo adalah langganan tetap rumah makan ini.
Ketika disajikan dengan nasi putih, beberapa lauk yang dipilih ini menjadi nasi campur Jawa Timur. Seperti kita tahu, nasi campur di berbagai daerah mempunya cita rasa dan paduan khas. Saya sendiri memilih perpaduan mie goreng, mendol, menjes, kering tempe, urap dan ayam bumbu rujak.
Puas menikmati makan siang yang membuat kantuk hinggap, kami melanjutkan perjalanan ke Kusuma Agro Wisata. Berlatar pemandangan Gunung Arjuna dan Gunung Van Derman, terhampar kebun apel dengan dua jenis yaitu Apel Manalagi dan Apel Ana. Selain kebun apel, ada pula pabrik pengolahan apel seperti jus apel, keripik apel dan cuka apel. Sayangnya ketika kami sampai di sana, pabrik suah berhenti beroperasi.Pengunjung bisa memetik apel dan mencicipinya langsung. Di restoran, tempat ini juga menyediakan pai apel yang enak dinikmati selagi hangat sambil menikmati sejuknya udara sejuk.
Setelah puas menikmati apel dan terbahak bersama anggota tim Jelajah Gizi 2017; kami melanjukan perjalanan ke Museum Angkut. Bersama dengan anggota kelompok lainnya di Tim Bakoel Apel, kami mengitari Museum Angkut untuk memecahkan petunjuk pertama, yaitu berfoto dengan mobil buatan Perancis 4x4. Kaki-kaki lelah kami menyusuri setiap jengkal museum dan mencari mobil yang dimaksud. Syukurlah ketemu! Dan tanpa diminta, kami berpose segila mungkin demi menyelesaikan tantangan.
Permainan berikutnya adalah menyelesaikan puzzle makanan khas Malang dan mencarinya di dalam Pasar Apung. Tim kami berhasil menyelesaikan tantangan ini dan menemukan Cwie Malang, Tahu Telur dan Menjes. Drama dimulai ketika menjesnya sudah habis tak tersisa. Panik! Setelah merayu beberapa menit, si ibu pembuat menjes setuju untuk menggoreng menjes lagi. Terima kasih ya, Bu.
Untuk foto ragam boga lainnya, klikdi sini.
Puas mengitari Museum Angkut dan sempat mencicipi tiga macam makanan khas Malang, kami segera melipir ke Pupuk Bawang Resto untuk makan malam. Dengan embusan angin yang cukup kencang, kami menikmati rawon, sempol ayam, ketan bumbu dan wedang angsle yang lumayan menghangatkan tubuh. Sayangnya hari sudah malam ketika kami sampai di Pupuk Bawang Resto dan saya gagal mengambil foto terbaik dari makanan tersebut.
Hari Kedua
Hari masih sangat pagi ketika saya mengintip ke luar jendela dan menemukan keadaan di luar sudah terang benderang. Seketika punggung-punggung kami dilimpahi cahaya mentari saat keluar dari kamar untuk sekadar menikmati udara pagi. Saya dan Suciati sudah bersiap mengokang kamera dan berjalan di sekitar Jawu Luwuk Resort, tempat kami menginap. Tujuan kami adalah kolam renang yang tak jauh dari villa tempat kami bermalam.
Ketika sarapan, saya menemukan satu menu yang belum pernah saya cicipi, yaitu Soto Daging khas Malang. Tidak seperti soto daging Surabaya atau Madura, soto ayam Malang disajikan bersama koya yang terbuat dari kelapa sangrai yang dihaluskan. Dengan kuah bening tapi penuh cita rasa dan koya kelapa, soto ini jelas penuh kelezatan. Saya bahkan berjanji untuk mencoba sekembalinya dari perjalanan ini.
Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Coban Rondo, di mana seluruh peserta yang sudah dibagi ke dalam lima kelompok mengikuti permainan Treasure Hunt yaitu mencari petunjuk di dalam labirin dengan memindai QR Code untuk mendapatkan petunjuk berikutnya.Treasure Hunt ini adalah permainan yang LUAR BIASA buat kedua kaki saya yang jarang dipakai berolah raga. Sementara Brian berada di atas menara, memberikan instruksi ke mana kaki kami harus melangkah dengan kata kunci yang hanya diketahui kelompok kami; saya, Vernon, Maya dan Ratri harus berlarian mengikuti suara Brian yang timbul tenggelam. Menahan terik mentari, napas yang mulai ngos-ngosan dan lutut yang mulai gemetaran; kami beruntung menemukan petunjuk itu satu per satu dan berhasilmenjadi kelompok pertama yang keluar dari labirin.Rupanya ‘cobaan’ kami belum usai, karena berdasarkan petunjuk tadi, kami harus menyelesaikan teka-teki dengan teliti. Syukurlah kami berhasil menyelesaikannya.
Makan siang dengan perut lapar dan lelah yang mendera adalah hal lain yang patut disyukuri. Kami dibuat terlena oleh makanan yang disajikan sebuah resto di dalam kawasan Coban Rondo, Daun Cokelat. Makanan ringannya berupa tahu isi berbalut tepung roti, bola-bola pisang goreng yang juga berbalut tepung roti serta secangkir cokelat hangat membuat saya terlena.
Cooking Time with Chef Revo
Setelah perut kenyang, lagi-lagi kami diminta menyusuri jalan setapak menurun di mana sudah disediakan tempat untuk cooking demo bersama Chef Revo. FYI, Revo ini adalah salah satu finalis Junior Masterchef Indonesia Session 1 yang sekarang berusia 14 tahun. Pada saat Revo mengikuti kompetisi memasak tersebut, Revo baru berusia 11 tahun.Siang itu Revo memasak Apple Salad yang menggunakan Apel Manalagi dan Rawon Steak with Salted Egg Crumb yang sedap. Tak pernah terpikirka sebelumnya bahwa bumbu rawon yang terdiri dari rempah lokal sangat lezat dan cocok disandingkan dengan potongan daging sirloin yang tebal. Menurut Profesor, keluwak yang digunakan dalam bumbu rawon mengandung anti oksidan yang dibutuhkan kulit dan tubuh untuk regenerasi.
Yang kami (saya dan Brian) tunggu-tunggu akhirnya tiba juga, lomba memasak per kelompok. Sebelumnya ketika semua peserta masih ada di Daun Cokelat, saya dan Brian sudah mengatur strategi platting. Dan dengan bantuan Brianlah, kelompok kami jadi juara di loma memasak kali ini. Yeaaay. Terima kasih, Brian!
Beres lomba memasak, peserta Jelajah Gizi diajak meluncur ke Malang, mengunjungi Desa Sanan. Kabarnya Desa Sanan adalah desa penghasil tempe yang sudah mendunia. Ketika sampai di sana, kami disambut aroma samar kedelai yang sudah diolah. Alih-alih aroma yang menyengat, aroma limbah kedelai ini memang samar karena penduduk Desa Sanan berusaha mengatasi bau limbah dengan penghijauan yang didapati hampir di setiap sudut desa.
Dari banyak RW di Desa Sanan, hanya dua RW yang memproduksi tempe yaitu RW 15 dan RW 16 yang tergabung dalam satu paguyuban. Meski tidak semua rumah di kedua RW itu memproduksi tempe, tapi hasil produksi mereka cukup untuk kebutuhan warga Malang, bahkan sempat diimpor ke Amerika. Dari dua RW, ada sekitar 450 warga yang memproduksi tempe dan kini desa ini menjadi wisata edukasi proses pembuatan tempe yang sudah dikenal di dalam maupun di luar negeri.
Langit gelap mulai turun ketika kami meninggalkan Desa Sanan. Makan malam pun sudah menunggu di Indie Resto. Di resto ini kami disuguhi tari topeng Jawa Timur sebagai ucapan selamat datang. Di tempat ini kami memang disuguhi gala dinner sekaligus pengumuman beberapa kegiatan yang kami ikuti. Dan ternyata kelompok Bakoel Apel keluar sebagai pemenang.
Hari Ketiga
Hari terakhir di Malang ini hanya dua agenda, makan, foto dan makan lagi. Ups, itu dua atau tiga? Hahaha. Setelahsarapan perjalanan kami berlanjut menuju Kampung Tridi dan Kampung Warna Warni di tengah kota Malang. Kedua kampung ini awalnya adalah perkampungan biasa yang kemudian diubah menjadi wisata edukasi. Letaknya yang di tengah kota dan tiket masuk yang terbilang murah menjadikan kedua kampung ini banyak dikunjungi warga Malang dan wisatawan.
Di Kampung Tridi yang terletak di Kelurahan Kestrian, Kecamatan Blimbingan terdapat banyak sekali lukisan tiga dimensi di dinding rumah warga. Sementara Kampung Warna Warni Jodipan memiliki beragam warna cerah pada atap dan dinding. Kedua kampung ini dihubungkan dnegan jembata kaca yang melintasi Sungai Brantas. Kampung Tridi berada di sebelah kiri (utara) sungai, sedangkan di sebelah selatan sungai terletak Kampung Warna Warni Jodipan.
Puas turun naik di kedua kampung ini, peserta segera menuju Rumah Makan Inggil yang (lagi-lagi) menyajikan makanan khas Jawa Timur. Di sini saya puas mencicipi Pecelan Terong, Sate Daging Bumbu Lodeh dan Ayam Manis.
Tak banyak waktu yang kami habiskan di sini karena kami harus segera menuju bandara untuk penerbangan ke Jakarta. Dengan demikian, berakhir sudah seluruh perjalanan Jelajah Gizi Eksplorasi Pangan Malang. Sampai jumpa di Jelajah Gizi berikutnya.
Untuk kisah lengkap dan foto-foto dari perjalanan ini, sila menuju ke www.dyahprameswarie.com