Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Liur Rindu dan Kerling Harap Dalam Bubur Komak, Nusa Lembongan, Bali
Oleh linapw 25 Oct 2012
Melihat hampir seluruh Bali memiliki pemasukan cukup besar dari pariwisata, pasti tak menyangka kalau salah satu pulaunya, pernah kekurangan bahan makanan dan menggantungkan hidupnya pada Kacang Komak yang dijadikan bubur dengan Singkong.
Aku mendengar kisah-kisah orang tua dulu tentang kekurangan bahan makanan, terutama di pulau-pulau kecil sekitar Bali daratan. Nusa Lembongan salah satunya. Selain Nusa Lembongan, ada dua pulau lain di dekat Bali daratan : Nusa Ceningan dan Nusa Penida. Nusa Lembongan salah satu yang kini terkenal dengan pariwisatanya karena memiliki berbagai fasilitas dan alam yang indah, ternyata dulu serba kekurangan dan gersang, kering serta agak sulit dijamah.
Jangankan untuk menaikkan pariwisata, untuk mendapatkan bahan makanan saja susah. Beras untuk diolah jadi nasi adalah mimpi yang cukup mewah kala itu. Kekurangan bahan makanan juga menjadi alasan masyarakat Lembongan untuk pergi meninggalkan pulau indah di dekat Bali ini. Masyarakat Lembongan yang tersisa menggantungkan hidup mereka pada sebuah makanan yang dinamai Bubur Komak dengan bahan utama Singkong dan Kacang Komak. Singkong digunakan karena memang sangat umum bagi masyarakat Lembongan untuk menanam Singkong di tegalan (kebun) mereka. Singkong bisa tumbuh tanpa perlu usaha keras, begitu juga Kacang Komak yang bandel hidup di daerah tandus sekalipun.
Masyarakat Lembongan mulai mengolah makanan dengan dua bahan pokok tersebut. Bahan lainnya tidaklah sulit didapatkan. Bumbu-bumbunya sendiri sangat familiar dengan masyarakat Bali. Beberapa yang dibutuhkan selain Singkong dan Kacang Komak hanyalah : base genep (bumbu segala yang isinya cabe, kunyit, bawang merah & putih, jahe, garam, lengkuas, dan merica), kelapa parut, ubi rambat, dan air. Soal nilai gizi tak perlu dipertanyakan lagi. Karbohidrat yang terkandung dalam Singkong dan Ubi menggantikan nasi sekaligus memberikan kalori dan vitamin B. Kacang Komak yang sangat mudah ditemui mengandung protein tinggi dan bisa hidup dimana saja menjadi nilai plusnya karena mudah ditemukan. Sedangkan base genep, bumbu istimewa masyarakat Bali dimanapun mengandung anti bakteri juga anti oksidan, dan kelapa parut mengandung serat.
Secara keseluruhan, Bubur Komak, selain sebagai harapan hidup masyarakat Lembongan di kala bahan lain susah, juga memiliki kandungan gizi tinggi yang berguna untuk metabolisme tubuh, pembangun sel, pemberi energi dan bagus untuk pencernaan. Uniknya makanan khas Lembongan satu ini tidak dijual di pasar, masing-masing rumah masih membuatnya sendiri dengan bahan bahan dari tegalan mereka.
Adalah Ni Wayan Malang, 52 tahun, ibu kawan Lembonganku. Beliau berbaik hati membuatkan makanan yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat Lembongan ini. Aku mendatangi rumahnya yang sederhana di Lembongan, menemaninya ke tegalan untuk memetik Singkong dan ubi segar serta kebutuhan lainnya untuk membuat bubur komak. Meme – sebutan untuk ibu dalam bahasa Bali, begitu ia kupanggil, sangat bersemangat tatkala membicarakan tentang Bubur Komak. Mulai dari pembuatannya hingga sejarahnya ia bercerita dengan sesekali tersenyum padaku. Meski sudah cukup berumur, matanya terlihat berbinar saat membuat bubur ini. Dengan tangannya yang mulai keriput namun kokoh, ia mulai menggali Singkong, mengupas serta memotong-motong Singkong tersebut sehingga siap dimasak. Kacang Komak dipisahkan dari kulitnya dan direbus paling pertama. Setelah itu dimasukkan Singkong dan Ubi rambat. Base genep ditumbuk kasar dan dicampur kelapa parut lalu dicampur dengan adonan kacang dang singkong yang telah mendidih. Meme tidak memerlukan lap atau kain penghalau panas dari panci saat ia memegang pegangan panci untuk mengaduk semua bahan menjadi satu. Wanita beranak dua ini melakukannya dengan tangan telanjang dan muka datar tanpa ringis kepanasan. Tak lama kemudian bubur siap disajikan.
Meme sebelumnya sudah mengabarkan pada semua penghuni rumah bahwa ia akan membuat bubur komak. Kabar itu disambut tatapan bersemangat penghuni rumah. Rumah bali, satu natah (halaman) terdiri dari beberapa Kepala Keluarga (KK), di rumah meme ada 4 KK, dan semuanya terlihat sangat menanti-nanti matangnya Bubur Komak ini. Setelah bubur ini matang, semua anggota keluarga tak sabar menyantapnya. Kami membagi 2 bubur yang dibuat meme sepanci penuh. Satu panci akan dibawa ke pinggir pantai tempat kawanku, anak meme, dan beberapa kawan lainnya berkumpul.
Benar saja, kawanku, dan beberapa kawan lainnya sangat girang menerima bubur Komak buatan meme. Terlihat kilatan senang dan bahagia di mata mereka. mereka jelas tak sabar memakan bubur ini. Kami makan bersama, dan saat aku mencobanya, memang rasanya sangat ‘Bali’ dengan base genep dan Singkong serta sesekali muncratan kandungan air dari Kacang Komak yang tergigit membuat rasa bubur ini semakin kaya. Gurih, manis dan segar. Tiga kata sifat yang dapat menggambarkan bubur yang seakan menciptakan kehangatan rindu masyarakat Lembongan dalam obrolan dan suasana.
Eits, memakan bubur komak tidak boleh banyak-banyak. Karena kandungannya yang kaya serat, protein serta kalori, kita akan cepat kenyang dibuatnya. Kalau kita lapar pastilah kita memakan banyak, apalagi bila rasanya enak. Namun memakan Bubur Komak Lembongan sedikit-sedikit porsinya, setelah menikmati porsi pertama, bernapaslah sekejap dan rasakan apakah kita masih lapar dalam arti sebenarnya ataukah hanya lapar mata. Karena bubur ini akan mengembang di perut. Kalau kita terlanjur kalap saat memakannya, dipastikan perut akan mengembang dan kenyang melanda dengan hebat.
Sangat unik kalau dipikir-pikir. Sebuah bubur yang menjadi harapan hidup masyarakat Lembongan kala susah bahan makanan ini selain menerbitkan liur rindu dan kerling harap, juga menyimpan filosofi hidup untuk tidak rakus dan serakah. Jadi, kapan kalian akan mencobanya?
foto dan teks : Lina PW