Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Si Kembang Tahu dari Surabaya
Oleh Dina Mardiana 09 Oct 2012
Ada yang menyebutnya tahuwa. Keluarga paklik—panggilan bahasa Jawa, artinya paman—memakai kata “tawa” untuk menamai hidangan tersebut, atau setidaknya yang saya dengar begitu. Saya pikir apa paklik saya ngguyon (karena beliau memang hobi bercanda), tapi ternyata namanya ya memang tawa.
Awal mulanya, ketika saya masih menjalani pemulihan pasca operasi pengangkatan kista di Surabaya, bulik—artinya tante atau bibi—rajin membelikan saya penganan ini untuk hidangan sarapan di pagi hari. Pedagang penjual tawa-nya juga rajin setiap hari lewat di depan rumah sambil berteriak, “Tawa! Tawa!” dengan suara derit gerobaknya. Lalu paklik saya bilang,“Itu ada tawa, itu.” Tadinya saya nggak mudeng, tawa apa maksudnya? Pagi-pagi koq sudah tertawa…
Saya pun melongok ke atas meja makan, tepatnya ke sebuah tudung yang membungkus semangkuk cairan berwarna putih. Ketika saya buka tudungnya, tampakan tawa itu seperti di foto di bawah ini. Dari aromanya saja, sudah kentara sekali ada kandungan jahe pada kuahnya, dan seperti bau susu kedelai pada benda yang putih-putih itu. Saya pun mulai mencicipi dan mereguknya sendok demi sendok. Hhm.. rasanya seperti menyantap wedang angsle yang pernah saya makan sewaktu masih kecil di Solo. Bedanya pada adonannya saja. Adonan berwarna putih ini terasa lembut seperti menyantap agar-agar dan mudah meluncur di kerongkongan tanpa perlu dikunyah lama-lama. Namun ia lebih rapuh dan lebih mudah pecah ketika diangkat dengan sendok, sehingga tidak perlu dipotong-potong.
Saya pun jadi tertarik pada penganan ini karena rasanya yang hangat-hangat segar serta lumayan mengganjal perut. Ketika saya tanyakan pada orang-orang di rumah Surabaya, tidak ada yang tahu persis sejak kapan tawa ini mulai dikenal luas di Surabaya, atau paling tidak di beberapa kota di Jawa Timur. Saya masih ingat sewaktu saya kecil, saya hanya tahu wedang angsle itu. Akhirnya, saya mencari informasi tentang penganan menyehatkan ini di internet. Seperti yang saya katakan, ada yang menyebutnya dengan tahuwa, yang merupakan singkatan dari kembang tahu dengan kuwah jahe. Namanya yang terdengar seperti bahasa Cina, membuat saya menduga bahwa penganan ini dibawa secara turun-temurun dari orang-orang Cina yang kemudian bermukim di kota-kota di Jawa Timur. Ternyata di beberapa blog juga mengatakan bahwa kembang tahu tahuwa ini merupakan kuliner khas negeri China yang kemudian dimodifikasi dengan cita rasa Indonesia, terutama pada kuahnya yang terbuat dari air jahe. Selain itu, adonan putihnya yang terasa seperti susu kedelai, memang dibuat dari kembang tahu asli, yaitu berupa lembaran tipis protein kedelai yang dikeringkan.
Karena bahan-bahannya yang sederhana dan mudah ditemukan (seperti susu kedelai, jahe, agar-agar), maka tawa dapat dibuat sendiri di rumah. Berikut saya cantumkan beberapa tautan situs yang menampilkan berbagai resep tawa:
2. Resep Tawa
Oya, harga wedang tawa yang lewat di depan kompleks rumah paklik saya waktu itu hanya lima ribu rupiah. Saya tidak tahu apakah tawa juga dijual di mal-mal besar, namun saya memang belum pernah menemukan hidangan semacam itu ketika menjajaki beberapa mal besar di Surabaya. Yang jelas, Anda tidak usah khawatir takut gemuk menyantapnya, karena bahannya yang terbuat dari susu atau tepung kedelai—kedelai kaya dengan zat protein, asam lemak tak jenuh dan serat—membuat penganan ini aman dan menyehatkan untuk disantap.
Selamat menikmati, dan tetap sehat selalu!
* Artikel ini juga dibuat di blog saya berikut: https://dinamars.wordpress.com/2012/10/09/si-kembang-tahu-dari-surabaya/
Nutrisi Bangsa
10 Oct 2012 09:52
Duh pasti segar banget nihhhh.... segar, tapi hangat karena ada jahenya... :). Oiya jangan lupa share di FB dan twitter yaaa... :D
Dina Mardiana
11 Oct 2012 11:59
terima kasih sudah di-approve :)