Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Thiwul, makanan pokok khas Gunungkidul
Oleh istisubandini 06 May 2013

Sudah hal lumrah bahwa nasi menjadi makanan wajib bagi masyarakat Indonesia. Sehari tidak makan nasi, seperti ada yang kurang rasanya. Sekalipun menikmati makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti mie dan kentang, tetap harus ada nasi di sampingnya. Tidak heran jika nasi ibarat raja yang menguasai seisi piring.
Namun, hal tersebut rupanya tidak berlaku untuk masyarakat yang tinggal di daerah Gunungkidul, kabupaten paling selatan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat di daerah tersebut tidak bergantung pada ketersediaan padi atau beras sebagai bahan pokok. Mereka secara turun temurun telah mampu menghasilkan makanan pokok yang berasal dari ketela pohon. Thiwul, begitu mereka menamai makanan tersebut.
Daerah Gunungkidul yang tergolong daerah kering membuat tanaman palawija seperti ketela pohon mudah ditanam. Pada saat musim penghujan tiba, masyarakat berbondong-bondong menuju ke sawah atau pekarangan rumah. Mereka mulai menanam pohon ketela dengan cukup menancapkan ujung bawah stek ketela pohon yang telah dipotong-potong runcing ke dalam tanah sedalam 5-10 cm. Tanpa perlu diberi pupuk ataupun disiram, pohon ketela itu akan tumbuh dengan sendirinya.
Sekitar 7-9 bulan, ketela pohon siap untuk dipanen. Proses panen pun tergolong cukup mudah. Ketela pohon tinggal ditarik hingga tercabut dari tanah. Jika kondisi tanah terlalu kering, biasanya akan sulit untuk mencabut, sehingga dibutuhkan cangkul atau pacul. Setelah pohon ketela terangkat, umbi ketela pun dipisahkan dari pohon ketela. Pohon ketela bisa dikeringkan sebagai bahan bakar, sedangkan umbi ketela siap untuk diproses lebih lanjut.
Umbi-umbi ketela lantas dikelupas menggunakan pisau. Umbi yang sudah dikelupas kemudian dicuci bersih dan dikeringkan langsung di bawah terik matahari. Proses pengeringan umbi ketela bisa membutuhkan 2 hingga 4 hari agar menghasilkan umbi yang benar-benar kering. Selanjutnya, umbi-umbi yang telah kering atau biasa disebut dengan gaplek ini digiling atau dihaluskan. Namun, masyarakat di sana masih menggunakan cara tradisional yaitu dengan cara menumbuk di lesung menggunakan alu atau antan. Proses penumbukan menghasilkan tepung ketela yang halus.
Proses pembuatan tepung ketela menjadi thiwul tidaklah rumit. Taruh tepung ketela sesuai kebutuhan di atas tampah atau baskom. Percikkan air di atas tepung tersebut secukupnya saja sehingga tepung bergerombol membentuk butiran-butiran pasir kecil. Selanjutnya, panaskan dandang yang sudah dialasi dengan daun pisang. Jika air di dalam dandang sudah mulai memanas, masukkan adonan tepung ketela ke atas daun pisang tersebut. Sekitar 45-60 menit, adonan siap diangkat dan disajikan.
Akhirnya, tepung ketela telah bertransformasi menjadi makanan pokok bernama thiwul. Nasi thiwul siap dihidangkan sebagai pengganti nasi dengan ditemani sayur lezat dan lauk pauk yang nikmat. Selamat mencoba!