Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Oct 2019
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 22 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 21 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 20 Apr 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 Nov 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 13 May 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Apr 2016
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 06 Aug 2015
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 30 Mar 2017
Oleh Putri Ayu Ningrat 27 Mar 2017
Oleh Dewi Kartika Rahmayanti 27 Mar 2017
Oleh Nurhidayat 27 Mar 2017
Oleh Virgorini Dwi Fatayati 27 Mar 2017
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 24 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 09 Jul 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Jun 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 11 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 07 May 2018
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 05 Nov 2015
Oleh Sofi Mahfudz 18 Oct 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 20 Jan 2015
Oleh Nutrisi Bangsa 11 Nov 2014
Oleh Nutrisi Bangsa 14 Jul 2014
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Sini ini punya ku!
Oleh Reni321 24 Dec 2016
Anak- anak yang bermain bersama nampak sangat indah dipandang mata. Saling berbagi mainan, tertawa, dan bermain peran yang kadang di luar nalar. Namun ketika perebutan tahta terjadi, dua orang ingin mainanyang sama, kondisi aman pun berubah menjadi thriller. Adu mulut, adu fisik, dll, sehingga membuat orang dewasa harus segera ikut campur.
Tak ada yang patut disalahkan, anak yang sedang memiliki masa egosentris yang tinggi, cukup sulit untuk melakukan kerjasama ketika emosinya sedang meletup - letup. Namun orang tua harus tetap membimbing agar anaknya bisa meredam egonya agar tak sering terjadi perselisihan ketika bermain bersama teman - temannya.
Salah satu cara yang saya pakai untuk berdamai dengan sifat “mau menang sendiri” tersebut, saya mulai ketika anak saya berumur kurang lebih 1 tahun, yaitu ketika dia sudah mampu mengenal beberapa wajah anggota keluarganya.
Saya secara terus - menerus, berbicara kepadanya dan mengenalkan bahwa setiap orang punya barang masing-masing. Misalnya ketika saya sedang melipat pakaian, dan dia ada di samping saya, saya katakan bahwa baju ini milik ayah, jika ada baju yang lain saya bilang baju ini milik ibu.
Saya lakukan itu berulang - ulang, sampai akhirnya ketika umurnya 18 bulan, dia menunjuk pada salah satu baju yang ada di gantungan, dan dia katakan “ayah, ayah” yang artinya, baju itu punya ayahya bu.
Saya kaget, kaget karena dia sudah mulai mengenal barangyang bukan hanya miliknya, milik orang lain pun dihafalnya, dan secara terang - terangan dia mengatakannya, hal itu membuat saya takjub.
Ketika dia sudah mulai mengerti barang sesuai dengan pemiliknya, maka inilah dasar menanamkan sikap untuk tidak merebut milik orang lain. Ya logikanya, bagaimana dia bisa tau bahwa perbuatan merebut milik orang lain itu salah, sedangkan dia sendiri tidak tahu konsep kepemilikan.
Suatu hari ketika dia bermain dengan temannya, dia menginginkan kaca mata yang dipakai temannya, karena sifat alami ego nya masih tinggi, waktu itu dia merebut kaca mata yang dipakai temannya, dan mereka saling berebutan.
Saya mencoba melerai, dengan memberikan pengertian kepada anak saya, bahwa kaca mata itu bukan miliknya, itu punya teman nya, sedang kan kaca mata miliknya ada dirumah, dan saya mengajaknya untuk mengambil kaca mata miliknya.
Saya hanya memberikan pengertian itu sekali, ternyata dia sangat mengerti maksud saya,dan secara sadar memberikan kaca mata yang berhasil dia rebut kepada temannya dengan ikhlas.
Cukup terkejut saya dibuatnya, saya kira dia akan seperti anak pada umumnya, yang tidak akan mau memberikan barang yang dia inginkan pada pemiliknya. Saya kira saya butuh waktu lama untuk bernegosiasi dengan nya. Ternyata tidak, ya mungkin inilah efek dari pengenalan konsep kepimilikan, yang saya tanamkan semenjak ia kecil, dan saya lakukan berulang- ulang.
Semoga ibu-ibu yang lain bisa mulai memgenalkan hal yang sama, tetapi mungkin dengan cara yang berbeda, atau mungkin sudah punya pengalaman yang lebih baik.
Alangkah senangnya jika saling berbagi ilmu dan pengalaman. Terimakasih atas kunjungannya. Semoga bermanfaat.