Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 29 Nov 2021
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 23 Nov 2021
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 19 Nov 2021
Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 12 Nov 2021
Tanya Ahli
Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.
Anak Indonesia Kekurangan Zat Besi dan Seng
Oleh Sinly Evan Putra 06 Mar 2013
Oleh Sinly Evan Putra
Hehe…
Itulah komik singkat yang menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang masih bingung dengan apa itu zat besi (Fe) dan apa itu zat seng/zink (Zn) dan apa hubungannya dengan kesehatan ? Mungkin pertanyaan yang diajukan seperti ini : Apakah zat besi dan seng itu sama dengan besi atau seng yang di jual di toko bangunan ? jika itu benar, kenapa kok untuk kesehatan kita di haruskan makan logam, kan keras ?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka jawaban saya adalah benar.
Ya benar karena mereka adalah sama-sama logam yang berasal dari besi dan seng, tetapi bedanya jika besi dan seng di toko bangunan itu benar-benar logam besi dan seng murni yang di campur dengan zat kimia lain dalam jumlah/komposisi yang besar (makro). Besi dan seng dalam bentuk ini, sama sekali tidak bermanfaat bagi kesehatan karena keras dan tidak dapat di konsumsi.
Lalu zat besi dan seng yang bermanfaat bagi kesehatan seperti apa ?
Jawabnya adalah zat besi dan seng yang terdapat secara alamiah dalam bentuk protein maupun senyawa kimia anorganik kompleks dalam bahan makanan seperti dalam daging, hati, sumsum tulang dan otot hewan (hewani) maupun dalam sayur-sayuran dan buah (nabati). Tumbuhan mendapatkan zat besi dan seng ini dari dalam tanah dalam bentuk terlarut dalam air yang kemudian di serap oleh akar tumbuhan. Sedangkan hewan mendapat asupan zat besi dan seng ini dari tumbuhan/hewan yang di makan. Selain itu kita dapat pula menggunakan zat besi dan zat seng dalam bentuk suplemen jadi/garam seperti Besi (II) Sulfat (suplementasi zat besi), Zn(II) Sulfat (suplementasi zat seng) ataupun dalam produk-produk yang telah mengandung zat besi dan seng.
Zat besi dan seng ini akan bermanfaat bila diserap oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit (mikro) yaitu <100 mg per hari. Zat besi dan seng ini mempunyai fungsi yang sangat vital dalam tubuh, dan jika kekurangan akan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Umumnya kategori usia yang rentan mengalami kekurangan zat besi dan seng adalah anak usia balita dan usia sekolah. Agar pembahasan tentang zat besi dan seng lebih terarah dan detail dalam tulisan ini, penulis akan membahas secara satu per satu.
ZAT BESI (Fe)
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb). Hemoglobin sendiri terdiri dari Fe (zat besi), protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe). Fungsi Fe dalam tubuh banyak di perankan dalam bentuk hemoglobin ini yang berfungsi sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan sebagai alat angkut elektron di dalam sel. Selain itu zat besi juga berada dalam bentuk myoglobin yang berfungsi untuk menyimpan dan mendistribusikan oksigen dalam sel otot, dan dalam bentuk enzyme terikat besi (iron dependent enzymes) yang merupakan bagian terpadu dari berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh.
Sumber Zat Besi
Sumber-sumber zat besi terdapat luas di dalam makanan, jika dalam makanan hewani, zat besi berada dalam bentuk protein besi-hem (besi-hemoglobin) yang terdapat pada daging merah, telur serta ikan, sedangkan dalam makanan nabati, zat besi berada dalam bentuk senyawa anorganik kompleks besi-nonhem yang terdapat pada kacang kedelai, kacang hijau, berbagai jenis sayuran dan juga buah-buahan. Zat besi dalam bentuk besi-hem akan lebih mudah di serap oleh tubuh manusia dibandingkan dengan bentuk besi-nonhem. Tabel berikut menunjukkan kandungan zat besi dalam beberapa bahan makanan :
Berapa banyak Zat besi yang di butuhkan oleh Anak
Setiap tahapan umur anak-anak mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda terhadap asupan zat besi, tetapi secara umum jumlah asupan yang di rekomendasikan adalah sebagai berikut :
Mengapa Kita Kekurangan Zat Besi
Walaupun secara alamiah, sumber zat besi terdapat melimpah dalam berbagai makanan, tetapi banyak penduduk dunia yang mengalami kekurangan zat besi. Hal ini karena asupan zat besi yang kurang dan rendahnya absorbsi (penyerapan) zat besi oleh tubuh. Sebagai contoh protein besi-hem dapat diabsorbsi oleh tubuh hanya 25% saja dari total besi-hem yang ada dalam makanan, sedangkan senyawa besi-nonhem hanya 5%.
Gejala Dini Mengenali Anak Kurang Zat Besi
Setiap orang tua dapat mengenali gejala dini anaknya mengalami kekurangan zat besi, di antaranya dengan memperhatikan wajah dan tingkah laku anaknya seperti wajah pucat, cepat letih (stamina dan daya tahan tubuh menurun), kurang konsentrasi, suka mengunyah es, dan nafsu makan menurun. Selain itu, orang tua dapat melakukan test sebagai berikut untuk mengukur anemia pada anak (zat besi merupakan penyebab utama anemia) yaitu :
- Tekanlah telapak tangan atau kuku jari-jari tangan selama 1 detik kemudian dilepas, maka apabila telapak tangan atau kuku jari -jari tangan terlihat pucat kebiruan dan tidak segera terlihat merah itu pertanda anak anda menderita anemia.
- Kenali dari bentuk mata yang cenderung lebih cekung dan apabila dilihat dari kantung mata bagian dalam bawah akan tampak warna merah agak keputihan yang merupakan tanda dari anemia.
- Perhatikan kuku anak anda, apabila kukunya terlalu tipis dan sisi-sisinya melengkung seperti sendok (koilonychia) menandakan anak anda mengidap anemia dan kekurangan zat besi.
Bahaya Kekurangan Zat Besi
Akibat kekurangan/defisiensi dari zat besi ini sangat berbahaya bagi tubuh yang menyebabkan terjadi anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi ini akan menyebabkan gejala sebagaimana gejala dini di atas yaitu wajah pucat, cepat letih, kurang nafsu makan, terjadinya komplikasi khas seperti kelainan kuku (koilorikia), atrofi papila lidah, disfagia, dan stomatitis angularis sampai dengan komplikasi berat seperti ganguan pertumbuhan sel tubuh dan sel otak, produktivitas, daya tahan tubuh, dan kemampuan belajar yang menurun.
Jika penduduk dunia saja banyak yang mengalami kekurangan zat besi ? lalu bagaimana dengan anak-anak di Indonesia ?
Penelitian oleh UPKD Kesehatan : 54,83% Sampel Mengalami Kekurangan Zat Besi
Untuk membuktikan fakta bahwa anak-anak di Indonesia banyak yang kekurangan zat besi, penulis dan rekan rekan di Unit Pengelola Kegiatan Dinas (UPKD) Bidang Kesehatan Program P2DTK Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) bekerjasama dengan Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu telah melakukan survei tentang kekurangan zat besi pada 600 sampel murid perempuan dari 105 SD Se-Kabupaten Kepahiang pada kurun waktu tanggal 1 s/d 11 November 2010, dengan mengukur kadar hemoglobin (Hb) dalam darah. Kadar Hb < 11 g/dl sudah termasuk kategori anemia defisiensi besi, karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia di bandingkan dengan zat gizi lain seperti asam folat, vitamin B12, vitamin C dan trace element lainnya.
600 Sampel darah yang di ambil kemudian di ukur kadar Hb-nya dengan mengunakan metode hemiglobin-cyanide dan di dapat hasil 54,83% sampel memiliki kadar Hb di bawah normal ( < 11 g/dl), dan hanya 45,17% yang memiliki kadar Hb normal (11-14 g/dl), sebaran sampel yang memiliki kadar Hb di bawah normal ini tersebar di hampir semua lokasi baik itu SD yang di perkotaan maupun yang di pedesaan. Dengan persentase yang mencapai 54,83% ini, jika mengikuti kategori WHO Tahun 2000, maka Kabupaten Kepahiang dapat di kategorikan memiliki pravelensi anemia dengan kategori berat (>40%). Meskipun Iklim dan demografi Kabupaten Kepahiang sendiri berada di daerah pegunungan yang beriklim sejuk dan cocok untuk bercocok tanaman dan berternak, itu tidak menjamin anak-anak usia sekolah terbebas dari anemia defisiensi besi.
Jika di Kabupaten Kepahiang saja dengan iklim dan demografi yang baik seperti itu saja anak-anak belum terbebas dari kekurangan zat besi, maka bagaimana dengan daerah lain ??
Fakta Lain : Anak Indonesia Banyak Kekurangan Zat Besi
Jika kita membicarakan kata “fakta”, maka harus di dukung oleh pembuktian ilmiah baik dalam bentuk riset ataupun yang telah dalam bentuk publikasi ilmiah. Untuk itu sebagai gambaran fakta, disini penulis menyajikan beberapa data riset yang telah di publikasikan.
Di Indonesia, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan (Depkes) RI Tahun 2001, 47 % balita menderita anemia defisiensi besi. Angka ini tidak beranjak jauh pada SKRT Tahun 2007 di mana angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45% (1,2). Sedangkan data pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Tahun 2007 menunjukkan bahwa 40% anak di Indonesia pada rentang usia 1-14 tahun menderita anemia dan menemukan bahwa satu dari empat anak usia sekolah dasar menderita kekurangan besi. Asian Development Bank menyebutkan bahwa sekitar 22 juta anak Indonesia terkena anemia (3,4,5).
Data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan (P3GM) Depkes RI Tahun 2006 tentang studi gizi mikro di 10 Propinsi, menemukan bahwa prevalensi anemia gizi besi balita adalah sebesar 26,3%. Dan data terakhir dari Departemen Kesehatan RI Tahun 2011, menunjukan prevalensi anemia pada anak mengalami penurunan, yakni menjadi 17,6% di bandingkan sebelumnya 51,5% (1995) dan 25,0% (2006) (6). Berdasarkan kategori yang dikeluarkan oleh World Health Organization Tahun 2000 menyatakan bahwa prevalensi anemia mencapai 40% maka digolongkan masalah berat, prevalensi 10-39% tergolong sedang dan kurang dari 10% tergolong masalah ringan (7). Jadi berdasarkan kategori tersebut, prevalensi anemia di Indonesia sekarang termasuk kategori sedang, tetapi tetap menjadi masalah kesehatan nasional karena masih di atas angka cut of point prevalensi anemia (>15%).
Selain data dari Departemen Kesehatan RI, publikasi mandiri para peneliti juga menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda, Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang meneliti 661 anak di lima sekolah dasar negeri di Jakarta Timur menunjukkan 85% anak sekolah mendapatkan asupan zat besi hanya 80% dari rekomendasi harian yang dianjurkan (8). Dan penelitian yang dilakukan di Desa Minaesa Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara oleh Aaltje E. Manampiring Tahun 2008 menunjukkan prevalensi anemia pada anak sekolah sebesar 39,42%, penelitian di Propinsi Sulawesi Utara oleh Matondan Tahun 2004 menunjukkan prevalensi anemia pada anak panti asuhan usia sekolah dasar sebesar 62,8%, sedangkan penelitian oleh RB. Purba Tahun 1995 di Desa Bolaang Mongondow menemukan pravelensi anemia pada anak sekolah dasar sebesar 18,33% di daerah penghasil sayur dan 28,33% di daerah bukan penghasil sayuran.
ZAT SENG/ZINK (ZN)
Zat seng / zink merupakan salah satu mikromineral esensial penting yang di perlukan oleh tubuh. Seng terdapat dalam jumlah yang cukup banyak di dalam setiap sel, kecuali sel darah merah dimana zat besi berfungsi khusus mengangkut oksigen. Seng tidak terbatas perannya seperti zat besi. Peranan terpenting seng adalah pada proses percepatan pertumbuhan dan pembelahan sel, di mana seng berperan dalam sintesa dan degradasi dari karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat dan pembentukan embrio. Seng juga berperan penting dalam sistem kekebalan dan terbukti bahwa seng merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Selain peranan di atas, seng juga berperan sebagai antioksidan, perkembangan seksual, pengecapan serta nafsu makan.
Dalam tubuh, seng merupakan komponen dari metalloenzymes yang berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan berbagai proses metabolisme dan stabilitas membran sel. Hampir 300 jenis enzim seng berhasil diidentifikasi, misalnya alkohol dehidrogenase, deoxy-ribonucleic acid polymerase, ribonucleic acid polymerase, alkali fosfatase, laktat dehidrogenase dan karbopeptidase.
Sumber Zat Seng
Untuk mencukupi kebutuhan zink dapat di ambil dari sumber-sumber alami baik hewani maupun nabati seperti daging merah, daging unggas, makanan laut (seafood), tiram, produk susu, kacang-kacangan, sereal, dan biji labu kuning. Selain itu, sayuran hijau seperti bayam, asparagus, kemangi, brokoli, dan kacang polong merupakan makanan sehat sumber seng. Berikut adalah tabel beberapa kandungan zat seng (Zn) dalam bahan makanan :
Berapa banyak zat seng yang di butuhkan oleh Anak
Setiap tahapan umur anak-anak mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda terhadap asupan zat seng, tetapi secara umum jumlah asupan yang di rekomendasikan adalah sebagai berikut :
Mengapa Kita Kekurangan Zat Seng
Karena peranannya yang banyak dalam berbagai proses penting dalam tubuh, maka seng paling rentan mengalami defisiensi. Hal ini bearti seng harus tersedia dalam jumlah yang cukup dalam diet sehari hari. Tetapi sayangnya walaupun asupan seng yang dibutuhkan tubuh manusia sebenarnya sangat sedikit, namun ternyata penyerapan seng oleh tubuh pun sangatlah kecil. Dari sekitar 4-14 mg/hari jumlah seng yang dianjurkan untuk dikonsumsi, hanya sekitar 10-40% saja yang dapat diserap. Di Indonesia, potensi defisiensi seng cukup tinggi, karena mengingat kebiasaan konsumsi menu masyarakat Indonesia umumnya rendah protein hewani dan relatif tinggi fitat dan serat yang dapat menghambat penyerapan seng.
Gejala Dini Mengenali Anak Kurang Zat Seng
Setiap orang tua dapat mengenali gejala dini anaknya mengalami kekurangan zat seng, di antaranya anak sering sakit, lesu, lemah, nafsu makan berkurang, dan sering diare/mencret.
Salah satu test mudah untuk mengenali defisiensi seng adalah apabila anak anda sukar makan (kurang nafsu makan), maka anda harus khawatir jangan-jangan anak anda mengalami defisiensi seng. Ini karena zat seng berperan pada molekul penerima rasa lidah. Kekurangan zink akan membuat indera perasa (lidah) pada anak hanya bisa merasa makanan yang rasanya ekstrem seperti sangat asin dan manis. Dan pada banyak kasus anak dengan defisiensi seng, semua makanan terkadang berasa tidak enak, dan tidak jarang anak-anak suka mengeluarkan lagi makanan yang masuk dari mulutnya dan jadi tidak nafsu makan.
Tetapi jika anda belum percaya dengan cara di atas, anda dapat mencoba metode kecap Smith, dengan menggunakan larutan ZnSO4 0,1% (ZnSO4 dapat diperoleh di Toko Bahan Kimia dan kemudian diencerkan menjadi kadar 0,1%). ZnSO4 0,1% dimasukkan dalam mulut kemudian dibiarkan selama 10 detik. Jika tidak merasakan apa-apa atau seperti merasakan air biasa walaupun telah ditunggu 10 detik ataukah mula-mula tidak merasakan sesuatu dengan pasti, tetapi dalam beberapa detik kemudian terasa kering, kesat atau manis. Hal ini berarti kekurangan atau defisiensi seng. Tetapi bila segera merasakan sesuatu dengan pasti tetapi tidak sampai menyakitkan atau mengganggu, rasa tersebut makin lama makin kuat. Ataukah segera timbul rasa yang kuat, mengganggu dan langsung meringis, berarti kadar sengnya normal
Bahaya Kekurangan Zat Seng
Konsekuensinya apabila terjadi defisiensi seng menurut U.S. National Library of Medicine yaitu pertumbuhan yang lambat, tidak ada selera atau nafsu makan, penyembuhan luka yang lambat, muncul lesi pada kulit dan infeksi yang tak kunjung sembuh, kelelahan yang hebat, kerontokan pada rambut, ketidaknormalan pada kemampuan mengecap rasa dan mencium bau, kesulitan dalam melihat di kegelapan, dan menurunnya produksi hormon pada pria (infertilitas).
Fakta : Anak Indonesia Banyak Kekurangan Zat Seng
Berdasarkan Data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan (P3GM) Depkes RI Tahun 2006 tentang studi gizi mikro di 10 Propinsi, menemukan bahwa prevalensi balita kurang zink sebesar 32% sementara asupan zat gizi zink pada balita: 30 % dari AKG (angka kecukupan gizi) (9). Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang meneliti 661 anak di lima sekolah dasar negeri di Jakarta Timur menunjukkan 98,6% anak sekolah mendapatkan asupan zat seng hanya 80% dari rekomendasi harian yang dianjurkan (10).
International Conference of Zinc and Human Health (2000) memperkirakan 48% populasi dunia mempunyai resiko terjadinya defisiensi seng. Penelitian oleh Huwae FJ tahun 2006 pada 111 anak usia 6-8 tahun di grobongan Jawa Tengah di temukan 40% mengalami defisiensi seng. Sedangkan hasil penelitian dari Endang Dwi L dari Universitas Sebelas Maret Solo cukup mengejutkan, di mana dari penelitian terhadap 220 anak sekolah dari 10 SD yang diteliti semuanya menderita defisiensi zat seng.
Solusi Mengatasi Kekurangan Zat Besi dan Seng
Sebagimana telah di jelaskan di atas, diketahui bahwa sumber-sumber zat besi dan seng melimpah secara alamiah dalam makanan. Tetapi pada kenyataannya sedikit sekali yang dapat di absorbsi oleh tubuh manusia. Sehingga potensi masyarakat terutama anak-anak usia balita dan sekolah sangat rentan mengalami defisiensi zat besi dan seng.
Untuk itu, jika anda punya cukup waktu dan biaya, anda dapat mengukur kadar Hb anak anda dan test defisiensi seng pada laboratorium kesehatan terdekat. Tetapi jika anda tidak mempunyai cukup waktu dan biaya, tidak ada salahnya anda untuk waspada dan mengenali gejala dini defisiensi zat besi dan seng sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Salah satu solusi yang mudah, selain meningkatkan asupan zat besi dan seng dari bahan alamiah melalui penyajian menu makanan yang bervariasi dan kreatif adalah dengan melalui konsumsi makanan tambahan yang telah difortifikasi (diperkaya) dengan tambahan zat gizi besi dan seng. Makanan tambahan tersebut terutama dalam bentuk produk susu. Karena selain zat besi dan seng yang di dapat, juga anak mendapat tambahan vitamin dan mineral lain yang baik untuk kesehatan dan tumbuh kembang anak.
Daftar Pustaka :
Sumber data online :
Angka (1-10) Sumber data telah langsung di link ke situs online asal sumber data
Bahan bacaan :
- Sinly Evan Putra. 2011. Sosialisasi Hasil Kegiatan Pemberian Kapsul Zat Besi (Fe) Anak SD di 105 SD Se-Kabupaten Kepahiang. Paper Presentasi pada Kegiatan Sosialisasi dan Seminar tentang Anemia Gizi Besi pada Anak Usia Sekolah tanggal 28 Juni 2011 di Aula Pemda Kepahiang.
- Chairul Sandro Utama. 2011. Anemia pada Anak. Paper Presentasi pada Kegiatan Sosialisasi dan Seminar tentang Anemia Gizi Besi pada Anak Usia Sekolah tanggal 28 Juni 2011 di Aula Pemda Kepahiang.
- Dedy Gunadi, dkk. 2009. Terapi dan Suplementasi Besi pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 3, Oktober 2009
- Wirakusumah S. Perencanaan Menu anemia Gizi Besi. Edisi 2. Penerbit Trubus Agriwidya. 2009. Jakarta
- Sukrat B. and Sirichotiyakul S. The prevalence and causes of anemia during pregnancy in Maharaj Nakorn Chiang Mai Hospital. J. Med. Assoc. Thai 2006; 89(Suppl 4):S142-146
- Is Susiloningtyas. Pemberian Zat Besi (Fe) dalam Kehamilan. Universitas Islam Sultan Agung Semarang
- Aaltje E Manampiring. 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Desa Minaesa Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi Manado.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta
- Kun Sri Budiarsih. 2011. Interferensi Ion Cd (II) dan Hg (II) terhadap Biofungsi Persenyawaan Zn(II) pada Tubuh Manusia. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
- Adi Hidayat. 1999. Seng (Zinc) : Esensial Bagi Kesehatan. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol 18 No. 1 Januari – April 1999.
- Dan lain-lain