Jika Anak Kekurangan Zat Gizi Mikro

Oleh Nutrisi Bangsa 01 Aug 2012

 

Kekurangan zat gizi mikro apabila tidak diatasi semenjak dini akan berdampak buruk dalam jangka panjang dan menghambat tumbuh kembang anak, demikian pemikiran yang berkembang dalam acara Nutritalk Sarihusada, Selasa (31/07).

Acara forum bincang yang diselenggarakan Sarihusada ini, menampilkan pembicara Prof Dr Ir Hardinsyah, guru besar Fakultas Ekologi Manusia IPB, serta Ir Titin Hartini MsC, Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak, Kemenkes.

“Dan acapkali kekurangan zat gizi mikro – vitamin, mineral dan trace minerals – tersembunyi dan tidak disadari oleh masyarakat,” kata Hardinsyah.

Apabila tidak segera diatasi, menurutnya, dapat berdampak buruk dalam jangka panjang.

“...(Yaitu) dapat memberikan dampak malnutrisi serta mempengaruhi gangguan serius pada tumbuh kembang anak,” paparnya.

Menurutnya, kekurangan itu sering terjadi terutama karena kekurangan kalsium, zat besi, zinc, asam folat dan lain-lain. “Kekurangan ini seringkali diakibatkan karena diet (pola makan) yang miskin sumber pangan hewani dan buah,” katanya.

Padahal, lanjutnya, zat gizi mikro ini berperan membantu pertumbuhan (tulang, gigi, serta sel), pencernaan dan metabolisme.

“Zat gizi mikro ini juga memiliki peran pembentukan imunitas, tekanan darah dan cairan tubuh serta pengendalian syaraf,” jelasnya.

Karena itulah, tandas Hardiansyah, kecukupan zat gizi mikro ini sangat penting terutama untuk ibu hamil dan anak-anak balita.

Tumbuh kembang anak

Sementara itu, pembicara lainnya, Titin Hartini, Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak, Kemenkes, mengatakan, angka prevalensi balita kurang zinc sebesar 32 persen.

Menurutnya, zinc merupakan zat gizi mikro jenis mineral yang hanya sedikit diperlukan tubuh, tetapi sangat penting untuk tumbuh kembang anak.

Zat gizi mikro zinc, ungkapnya, pertama kali ditemukan pada 1934.

Adapun esensi penting zinc bagi kesehatan manusia, lanjut Titin, baru diketahui sekitar dua puluh tahun kemudian sejak ditemukan.

Dan kekurangan zinc pada manusia pertama kali dilaporkan pada 1960-an yang ditengarai menghambat pertumbuhan anak dan remaja.

“Penelitian Kemenkes pada 2006 menunjukkan prevalensi zinc pada balita di Indonesia sebesar 32 persen, sementara asupan gizi zinc pada balita 30 persen dai angka kecukupan gizi,” papar Titin.

Sumber zinc, lanjut Titin, bisa berasal dari bahan makanan seperti daging merah, gandum utuh biji-bijian dan kacang-kacangan.

Dalam jumlah yang lebih sedikit, zinc bisa didapat dari konsumsi sereal yang telah diolah, beras, ayam, daging berlemak serta ikan, tiram, umbi-umbian dan beberap sayuran hijau.

Disebutkan pula, selain terdapat pada bahan pangan alami, pemenuhan kebutuhan zat gizi mikro – termasuk zinc – juga dapat diperoleh melalui konsumsi pangan tambahan yang telah diperkaya dengan tambahan zat gizi mikro. Beberapa produk makanan pelengkap untuk anak, seperti susu pertumbuhan anak, biasanya sudah diperkaya oleh zinc.

Sementara itu, Sarihusada mencoba mengatasi upaya peningkatan asupan gizi mikro, melalui formulasi produk nutrisi bagi anak dan ibu.

Yaitu produk yang memiliki zat gizi mikro maupun makro melalui konsep presinutri.

“Produk SGM Eksplor dan SGM Aktif Presinutri baru dengan Zinc mengandung nutrisi yang disesuaikan dengan kebutuhan gizi sesuai tahap tumbuh kembang anak,” kata dr Tria Rosemiarti, Medical Affairs Manager PT Sarihusada.